SELAMAT DATANG DI BLOGG RESMI HALIM SARAGI,semoga Bermamfaat ,Salam Pergerakan !!

Selasa, 29 November 2011

BPPTR Gugat Bupati Asahan

Terkait Peruntukan Eks HGU PT BSP
KISARAN-Badan Penelitian Perjuangan Tanah untuk Rakyat (BPPTR) Asahan mendaftarkan gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Kisaran terkait permasalahan lahan eks HGU PT BSP seluas 15 hektare di Jalinsum Asahan Kelurahan Sei Renggas.
(foto: Irvan Nasution)
Zulham Rany, mewakili kuasa hukum BPPTR menyerahkan berkas gugatan ke M Azhar Harahap SH, Senin (28/11).
Sebagai penggugat adalah Mukhlis Bela dan kawan-kawan berdasarkan akte notaris BPPTR dan dikuasakan kepada kuasa hukumnya, Tri Purnowidodo SH, Jansen  Hasiharan Hutasoit SH, Zulkifli SH, Bahren Samosir SH, dan Zullham Rany SH. Sementara tergugat Bupati Taufan ama Simatupang dan pejabat terkait lainnya.
Gugatan BPPTR itu setebal 21 halaman, tertanggal 25 November 2011 ditujukan kepada Ketua PN Kisaran, perihal gugatan atas perbuatan melawan hukum oleh penguasa (Onrechtmatig Overheidsdaad) dan penguasaan fisik dan penggunaan tanah negara bebas hak guna usaha PT Bakrie Sumetera Plantation/PT Bakrie Rubber Industry seluas lebih kurang 15 hektare. Termasuk dan terutama pendirian bangunan kantor Satuan Polisi Pamong Praja serta Kantor Dinas Peternakan Kabupaten Asahan.
Gugatan BPPTR tersebut didaftar Senin (28/11) oleh kuasa hukumnya yang terdiri dari Tri Purnowidodo SH, Jansen Hasiharan Hutasoit SH, Zulkifli SH, Bahren Samosir SH dan Zullham Rany SH, dan pendaftarannya dicatat Panitera Muda (Panmud) Perdata M Azhar Harahap SH dengan nomor: 27/Pdt.G/2011-PN–Kisaran, tanggal 28 November.
Dalam berkas gugatan penggugat disebut bahwa negara RI adalah negara yang menganut sistem demokrasi konstitusional sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD RI 1945 yang berbunyi, kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD.
“Berdasarkan ketentuan pasal 1 ayat (2) UUD RI 1945 tersebut, maka pemegang kadaulatan di NKRI adalah rakyat Indonesia, sedangkan lembaga-lembaga negara hanya melaksanakan kedaulatan itu menurut wewenang, tugas dan fungsi yang diberikan oleh UUD 1945,” tulis gugatan itu.
Dalam gugatan itu juga disebut, menurut doktrin, terdapat enam prinsip yang harus dipenuhi oleh negara-negara yang menganut sistem demokrasi. Yakni, perwakilan politik, pertanggungjawaban politik, pemancaran dan kewenangan atau tindak kewenangan, pengawasan dan kontrol, kejujuran dan keterbukaan pemerintah untuk umum, rakyat diberi kemungkinan untuk mengajukan keberatan.
Disebutkan pula berdasarkan konsep negara hukum yang demokrasi sebagaimana dikemukakan di atas, maka segala bentuk tindakan penguasaan dan/atau penggunaan tanah yang dilakukan oleh lembaga pemerintah atau negara harus pada peraturan dan perundang-undangan pertanahan/agraria, dan jika lembaga pemerintah atau negara melakukan pelanggaran, maka rakyat berhak mengajukan keberatan.
Dalam berkas gugatan juga dinyatakan, bahwa penggugat (BPPTR) adalah perkumpulan yang didirikan dengan akta nomor 13, tanggal 31 Desember 2010 dibuat dihadapan notaris Muhamad Ali Ansari SH, notaris Kisaran. Berdasarkan pasal 5 AD BPPTR dicantumkan diantaranya, mewujudkan pembaharuan di bidang pertanahan/agraria. Membantu pemerintah untuk ikut menyejahterakan rakyat, khususnya bidang pertanahan /agrarian.
Berdasarkan itu, penggugat dalam hal ini BPPTR memiliki kedudukan hukum untuk bertindak pada perkara a quo guna mengajukan gugatan atas pemanfaatan/penggunaan tanah yang tidak berdasarakan hukum dan tidak terkecuali seperti dilakukan tergugat. Sebab lahan eks HGU PT BSP Kisaran tersebut adalah tanah negara bebas dan bukan milik Pemkab.
“Mengingat lahan negara bebas, maka Pemkab Asahan harus memilikinya melalui prosedur dengan mengajukan persyaratan kepemilikan lahan ke BPN. Tapi hingga keluar SKT warga pada BPPTR, Pemkab belum mengajukan kepemilikan ke BPN Asahan,” sebut gugatan tersebut.
BPPTR hingga kini melihat Pemkab Asahan menguasai lahan itu tidak prosedur dan melawan hukum. Karena memiliki tanah negara bebas melawan hukum, BPPTR terpaksa melakukan gugatan ke PN Kisaran.
Mengingat tanah negara bebas dimilik tidak prosedur, sebut BPPTR, maka dengan sendirinya adalah kepemilikan ilegal, dan serta merta bangunan di atasnya yaitu kantor Satpol PP dan kantor Dinas Peternakan adalah bangunan ilegal.
Untuk diketahui pula, Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dengan tegas menyatakan bahwa, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dalam perspektif hukum tata negara dan hukum pertanahan/agraria nasional, pengertian, ‘dikuasai oleh negara’ adalah hak menguasai dari negara, bukan hak memiliki oleh negara, sebagaimana telah dijelaskan secara gamblang dalam Bab II angka 2, penjelasan umum UU Nomor 5 Tahun 1965 dinyatakan yang intinya dikuasai dalam pasal tersebut bukan berarati ‘dimiliki’.
Salah seorang kuasa hukum BPPTR, yaitu Zulham Rany usai mendaftarkan dan menyerahkan berkas gugatan kepada METRO menyebutkan berdasarkan penjelasan pada berkas itu, maka BPPTR menggugat. Sebab lahan eks HGU PT BSP Kisaran itu berdasarkan aturan dan perundang-undangan belum menjadi milik Pemkab Asahan dan hingga kini tidak dimasukkan ke daftar aset Pemkab.
Panmud Muda Perdata M Azhar Harahap SH membenarkan telah menerima berkas gugatan BPPTR. Diutarakannya, gugatan tersebut juga telah didaftar.
“Setelah berkas diserahkan kepada Ketua PN Kisaran, maka yang bersangkutan yang akan menentukan majelis hakimnya untuk selanjutnya disidangkan. Mengenai jadwal sidang, saya belum mengetahui karena yang menetapkannya adalah Ketua PN Kisaran dan mejelis hakim yang ditetapkannya,” ujarnya.
Sedang Supriadi SL, Wakil Ketua BPPTR Asahan, di tempat terpisah ketika ditanya alasan melakukan gugatan menyatakan karena hingga saat ini Pemkab belum mengantongi surat kepemilikan lahan dari BPN.
“Sesungguhnya lahan dilepas HGU oleh PT BSP Kisaran sekira tahun 1994, hingga tahun 2011 ditelantarkan dan Pemkab Asahan juga tidak mengurus kepemilikannya. Jadi lahan itu adalah tanah negara bebas. Makanya kami BPPTR mengusahainya. Tapi setelah kami usahai, Pemkab secara paksa menggusur kami dan membangun perkantoran di atasnya. Padahal dalam Perda Asahan 07 Tahun 2001 saja mengenai tata ruang, lahan itu direncanakan untuk cadangan pasar dan pertokoan. Jadi di sini saja Pemkab dengan membangun kantor sudah menyalahi aturan,” papar Supriadi sekaligus menyatakan telah mendaftarkan gugatan kepada Bupati Asahan dan pejabat lainnya.
Kabag Humas Pemkab Asahan RahmanHalim AP saat diminta penjelasannya mengatakan, menggugat adalah hak dari setiap orang, dan termasuk BPPTR.
“Tapi yang pasti bahwa peruntukan lahan tersebut sudah sesuai aturan yang ada,” tegasnya. (van)

KPK Pelajari Kasus Tangkap-lepas Penipu CPNS di Polres Asahan

JAKARTA | Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berjanji akan mempelajari kasus dilepasnya tersangka penipu CPNS di Polres Asahan, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara (Sumut). Ini ditegskan Wakil Ketua KPK, M Jasin, saat diminta tanggapannya di gedung KPK, Senin (28/11).
"Nanti akan kita pelajari, dan kami cek ke Dumas (Derektorat Pengaduan Masyarakat,red)," kata M Jasin.

Terpisah, anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho, justru menyesalkan belum adanya ketegasan Kapoldasu soal kasus dilepasnya penipu CPNS Pemkab Asahan, Ade Desi Filawati istri Wakil Ketua DPRD Asahan Ir Arif Fansuri.

"Ini masalah serius. Kapolda Sumut harus menindak anggotanya bila terbukti melakukan hal demikian (melepas Ade)," kata Emerson.
Jangan-jangan, duga Emerson, Kapoldasu Irjen Amat Satro 'memelihara' oknum Kapolres AKBP Marzuki MM. Buktinya, sampai kini Polres tak berhasil mengejar dan menangkap tersangka SY, yang disebut rekan tersangka Ade.

"Tak dicari atau tak dapat, kan tak ada laporan tindaklanjutnya?" imbuhnya.

Sebelumnya, Kapolres Cq Kapoldasu Cq Kapolri dilaporkan ke KPK dalam kasus dugaan tangkap lepas tersangka penipu CPNS di lingkugan Pemkab Asahan itu. Dan sebagaimana cuma diberitakan Tetap TOPKOTA, Ade Desi Filawati istri Wakil Ketua DPRD Asahan Ir Arif Fansuri, ditangkap atas laporan para korban diantaranya Yati Asmidar dan Rosita br Sirait. Dalam kasus penipuan dan penggelapan uang sejumnlah Rp 80 juta per CPNS itu, tersangka menjanjikan para korban akan menjadi PNS di Pemkab Asahan.

Tersangka juga membuat SK pengangkatan PNS palsu pada korban. Surat SK untuk PNS di Dinkes Asahan itu, seolah dikeluargan Dinkes Sumut. Dan belakangan diketahui SK pengangkatan PNS palsu. Saat diperiksa di ruangan Resum Mapolre Asahan sekira dua bulan lalu, tersangka yang didamping suaminya Arif Fansuri dan pengacaranya, menolak memberi keterangan pada wartawan.

Sementara Kasat Reskrim Polres Asahan AKP Fahrizal SIK saat dikonfirmasi tetap TOPKOTA saat itu mengatakan, pihaknya menangkap Ade Desi Filawati atas kasus penipuan. Dari tangan korban dan tersangka, penyidik Polres Asahan menyita puluhan kwitansi titipan uang dan bukti setoran maupun penarikan uang dari bank.

”Kami mengamankan istri Wakil Ketua DPRD Asahan bernama Ade Desi Filawati Br Barus, atas laporan Yati Asmidar dan Rosita br Sirait di Mes Pemda Asahan Jalan Armada di Medan. Modusnya bisa memasukkan orang PNS melalui jalur sisipan," terang Kasat Reskrim.

Beda dengan Kapolres Asahan AKBP Marzuki MM. Melalui SMS saat dikonfirmasi mengatakan, tersangka penipu itu dilepas karena bukti belum cukup.

"Kasus penipuan belum cukup unsur ditahan, karena dananya diserahkan kepada SY dan dikuatkan dengan bukti setor. Perlu pemeriksaan SY supaya unsur-unsur penipuan dan penggelapannya dapat terpenuhi. SY dalam pencaharian,dum," kata Marzuki, tak menjelaskan siapa SY dan nama panjangnya, melalui SMS.

Ironisnya, sampai saat ini tak ada terlibat upaya pihak Polres Asahan mencari atau mengejar SY. Sedang tersangka Ade br Barus, tak lagi menjalani pemeriksaan dan berkas tak kunjung disampaikan ke Kejaksaan. Malah belakangan yang berkembang, pihak Polres mencari wartawan yang memberitakan masalah kasus ini dan maraknya judi togel di Asahan, guna diduga dijebak.

"Bisa saja kita lagi jalan sendiri ditabrak lari. Atau narkoba dimasukkan dan diletakkan ke kendaraan kita. Bisa juga dicampakkan ke bawah meja dimana kita duduk-duduk, tanpa kita sadari," jelas rekan wartawan di Kisaran, kemarin.(Sar/Pea/Array)

Kapolres Asahan Dilapor ke KPK

JAKARTA | Elemen masyarakat yakni, Aliansi masyarakat independen pemantau kinerja aparatur negara (Amipka) melaporkan Kapolres Asahan Cq Kapoldasu Cq Kapolri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), atas tindakan tangkap lepas jaringan penipu CPNS yang juga istri Wakil Ketua DPRD Asahan. Ada dugaan pihak Polres dikomando AKBP Marzuki MM menerima suap dari tersangka, hingga tak dilakukan penahanan dengan berbagai dalih.
"Hari ini kita atas nama keadialan dan masyarakat, resmi melaporkan Kapolres Asahan ke KPK," kata Direktur LSM Amipka, David Ridwan Bez, kepada wartawan di depan gedung KPK di Jalan Rasuna Sahid, Jakarta, Jumat (25/11).
Disebutkan Ridwan, berdasarkan laporan rekan-rekan aktifis dan mahasiswa serta jurnalis dari Sumatera Utara, disebutkan kalau AKBP Marzuki diduga merupakan 'pemain' oknum petinggi Poldasu. Meski tersangka anggota jaringan penipu CPNS itu sempat beberapa kali dipanggil namun tak diindahkan, tapi tak dijadikan pertimbangan penahanan oleh Polres. Selain itu, tersangka juga terpaksa dicari dan diciduk dari Mess Pemkab Asahan di Medan. Begitu dapat, malah dilepas.
"Kasus sudah jadi konsumsi publik, dan tentunya Kapoldasu mengetahui itu. Tapi karena diduga ada hal tertentu, Kapoldasu tak menindak Kapolres dan memerintahkan penahanan si tersangka penipu CPNS tersebut," pungkasnya.
Sebelumnya, anggota Komisi III DPR Trimedya Panjaitan, juga mencurigai kasus tangkap lepas penipu CPNS dengan tersangka Ade Desi Filawati Br Barus (43). Trimedya menduga AKBP Marzuki MM 'peliharaan' petinggi Poldasu. Apalagi oknum Kapolres itu dinilai berani 'fulgar' melepas jaringan penipu CPNS.
"Dari jawaban berbeda antara Kasat Reskrim saat tersangka ditangkap dan diperiksa dengan jawaban Kapolres setelah tersangka dilepas, ada yang patut diperhatikan. Tapi apa mungkin pimpinan satu korps menindak anggota?" ucap Trimedya, balik bertanya pada wartawan, di kantor Depkum dan HAM Sumut, saat akan melanjutkan reses ke Mapoldasu, belum lama ini.
Politisi vokal PDIP itu mengatakan, akan menjadikan temuan ini sebagai salah satu masukan bahan pembahasan Komisi III DPR RI dan wakil rakyat lainnya, di Senayan, Jakarta. Diakui Trimedya, kinerja aparat hukum di Sumut masih memperihatinkan.
"Seperti Kajatisu yang terkesan mati-matian melindungi Rahudman Harahap. Sama halnya mungkin dengan kasus penipu CPNS itu," tegas Trimedya.
Sebagaimana diberitakan , Ade Desi Filawati istri Wakil Ketua DPRD Asahan Ir Arif Fansuri, ditangkap atas laporan para korban diantaranya Yati Asmidar dan Rosita br Sirait. Dalam kasus penipuan dan penggelapan uang sejumnlah Rp 80 juta per CPNS itu, tersangka menjanjikan para korban akan menjadi PNS di Pemkab Asahan.
Tersangka juga membuat SK pengangkatan PNS palsu pada korban. Surat SK untuk PNS di Dinkes Asahan itu, seolah dikeluargan Dinkes Sumut. Dan belakangan diketahui SK pengangkatan PNS palsu. Saat diperiksa di ruangan Resum Mapolre Asahan, tersangka yang didamping suaminya Arif Fansuri dan pengacaranya, menolak memberi keterangan pada wartawan.
Sementara Kasat Reskrim Polres Asahan AKP Fahrizal SIK saat dikonfirmasi tetap TOPKOTA saat itu mengatakan, pihaknya menangkap Ade Desi Filawati atas kasus penipuan. Dari tangan korban dan tersangka, penyidik Polres Asahan menyita puluhan kwitansi titipan uang dan bukti setoran maupun penarikan uang dari bank.
”Kami mengamankan istri Wakil Ketua DPRD Asahan bernama Ade Desi Filawati Br Barus, atas laporan Yati Asmidar dan Rosita br Sirait di Mes Pemda Asahan Jalan Armada di Medan. Modusnya bisa memasukkan orang PNS melalui jalur sisipan," terang Kasat Reskrim.
Beda dengan Kapolres Asahan AKBP Marzuki MM. Melalui SMS saat dikonfirmasi mengatakan, tersangka penipu itu dilepas karena bukti belum cukup.
"Kasus penipuan belum cukup unsur ditahan, karena dananya diserahkan kepada SY dan dikuatkan dengan bukti setor. Perlu pemeriksaan SY supaya unsur-unsur penipuan dan penggelapannya dapat terpenuhi. SY dalam pencaharian,dum," kata Marzuki, tak menjelaskan siapa SY dan nama panjangnya.
Ironisnya, sampai saat ini tak ada terlibat upaya pihak Polres Asahan mencari atau mengejar SY. Sedang tersangka Ade br Barus, tak lagi menjalni pemeriksaan dan berkas tak kunjung disampaikan ke Kejaksaan. Malah belakangan yang berkembang, pihak Polres mencari wartawan yang memberitakan masalah kasus ini dan maraknya judi togel di Asahan, guna diduga dijebak.
"Bisa saja kita ;lagi jalan sendiri ditabrak lari. Atau narkoba dimasukkan atau diletakkan ke kendaraan kita. Bisa juga dicampakkan ke bawah meja dimana kita duduk-duduk, tanpa kita sadari," jelas rekan wartawan di Kisaran, kemarin.(Sar/Pea/Array)

Berkas Penipu CPNS
Pemprovsu Dilimpahkan

POLDASU melimpahkan berkas tersangka penipu dan pemalsuan tandatangan 49 Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di lingkungan Pemprovsu, ke Kejatisu. Berkas tersangka oknum honorer Sekda Provsu, Tengku Hasanul Bolqiah (27) itu tinggal menunggu jawaban Kejatisu, apakah sudah lengkap atau masih ada yang harus dilengkapi.
Pelimpahan berkas warga Jalan Pasar II Barat Griya Sapta Marga Blok B No. 6 Medan Marelan itu, ditegaskan Kabid Humas Poldasu Kombes Pol Raden Heru Prakoso, melalui Kasubbid PID Humas Poldasu AKBP MP Nainggolan, Jumat (25/11) di Mapoldasu.
"Berkasnya sudah dikirim ke jaksa dan tinggal menunggu P21," kata MP Nainggolan
Ditambahkan MP Nainggolan, sebelumnya penyidik yang menangani kasus tersebut telah memeriksa beberapa saksi guna mendalami kasus tersebut.
"Perkembangan terakhir, penyidik (Sub Direktorat II Reserse Kriminal Umum Poldasu) telah memeriksa 4 orang saksi," tegas Nainggolan.
Sebagaimana diberitakan, Tengku Hasanul Bolqiah ditangkap petugas Direktorat Intelkam Polda Sumut bebeberapa waktu lalu. Pelaku mengaku tenaga honorer di Sekretariat Pemprovsu, dan ditangkap lantaran terkait penipuan dan pemalsuan tanda tangan terhadap 49 CPNS. Kepada para korban, tersangka mengaku bisa mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pengangkatan dari CPNS menjadi PNS, tetapi harus membayar dengan nilai bervariasi mulai Rp10 juta sampai Rp25 juta. Dari seluruhnya, pelaku meraup uang sekitar Rp500 juta.(sukry)

Kapolres Asahan Dipraperadilankan

KISARAN| Tim advokasi pembela tanah untuk rakyat mempraperadilankan Kapolres Asahan dan Kepala Kejaksaan Negeri Kisaran, Senin (28/11). Praperadilan itu dilakukan terkait perpanjangan penahanan Ketua BPPTR Asahan, Muklis Bella sebagai pemohon yang dianggap melawan hukum.

Langkah hukum itu ditempuh oleh Tri Purno Widodo SH, Jansen H Hutasoit SH, Zulkifli SH, Bahren Samosir SH, Zulham Rany SH, dan Indra Tampubolon SH. Upaya praperadilan itu dilakukan karena diduga telah terjadi pelanggaran terhadap perpanjangan penahanan Muklis Bella.

Keenam orang praktisi hukum Asahan itu menilai tindakan polisi (termohon I) dan kejaksaan (termohon II) bertentangan dengan amanat pasal 21 ayat (3), pasal 20 ayat (2) KUHPidana. Soalnya, polisi tidak menyerahkan surat perintah perpanjangan penahanan kepada tersangka dan pihak keluarga.

Adapun alasan dan dalil-dalil  hukum dalam mengajukan permohonan praperadilan itu diantaranya, bahwa sejak tanggal 25 Oktober 2011 pemohon ditangkap oleh termohon I karena dugaan keras melakukan tindak pidana, pasal 351 ayat (1) KUHPidana. Penangkapan dilakukan berdasarkan surat perintah penangkapan Nomor:Sp.Kap/574/X/2011/reskrim tanggal 24 Oktober 2011 yang ditandatangani oleh termohon.

Dan atas penangkapan pemohon itu, termohon melakukan pemeriksaan dan penyidikan sementara diperoleh bukti permulaan yang cukup. Sehingga kepada pemohon dilakukan penahanan berdasarkan surat penahanan Nomor SP.Han/274/X/2011/reskrim tanggal 26 oktober 2011 yang ditandatangani termohon.

Menurut pengacara lagi, penahanan terhadap pemohon tersebut seharusnya bukan lagi pada bukti permulaan yang cukup, sebagaimana yang diuraikan termohon I dalam surat perintah penahanannya. Seharusnya, penahanan pemohon tersebut didasarkan pada bukti yang cukup, sehingga penahanan terhadap pemohon bernuansa kezaliman dan kurang berdimensi relevansi.

Disamping itu, pasal yang diterapkan oleh termohon I dalam melakukan penangkapan terlihat jelas timbul keragu-raguan. Dimana penerapan pasal 351 KUHPidana dan pasal 335 KUHPidana menunjukkan unsur berbeda, namun dalam surat perintah penangkapan dan penahanan pertimbangan termohon sama.

Untuk itu, penerapan pasal yang dilakukan termohon I tidak memenuhi standar pembuktian berdasarkan azas standar ‘terbukti secara sah dan menyakinkan’ (beyond A reasonable Doubt). Maka, pemohon sebagimana yang diamanatkan dalam pasal 77 huruf a KUHP memajukan permohonan praperadilan.

Diajukannya permohonan praperadilan yang lebih mendasar mengenai surat perintah penahanan yang ditandatangani termohon I berakhir tanggal 14 Nompember 2011. Maka untuk penahanan lanjutan dilakukan berdasarkan pasal 20 ayat (2) KUHPidana yang berwenang melakukan penahanan pemohon tersebut adalah termohon II.

Bahwa, sejak pemohon ditahan oleh termohon I dan masa penahanan yang dilakukan termohon I berakhir tanggal 14 Nopember 2011, maka untuk pemeriksaan pokok perkaranya belum dianggap selesai oleh termohon I. Sehingga untuk penahanan lanjutan terhadap diri pemohon seharusnya surat perpanjangan penahanan pemohon tersebut dikeluarkan oleh termohon II selaku jaksa penuntut umum dalam pokok perkara pemohon

Karenanya, sejak tanggal 15 nopember 2011 sampai 18 nopember 2011 status hukum penahanan terhadap diri pemohon tidak ada dan tidak jelas. Dimana, sampai tanggal 18 nopember 2011 tersebut surat perintah perpanjangan penahanan pemohon tidak ada diterima baik oleh pemohon maupun keluarganya.

Sehingga, fakta hukum menunjukkan adanya kekosongan rentang waktu antara tangal 14 nopember 2011 sampai 18 Nopember 2011 status hukum penahanan pemohon tersebut illegal karena tidak berdasarkan peraturan undang-undang yang berlaku. Karena surat penahanan tidak ada diterbitkan oleh para termohon dan tembusan surat penahanan itu tidak ada diterima pemohon maupun keluarganya.

Sementara itu, Bahren Samosir SH salah seorang advokasi menilai Kapolres dan Kapala Kejaksaan itu telah melakukan pelanggaran dan melawan hukum. Keduanya telah melanggar syarat formil dan materil dalam melakukan perpanjangan penahanan terhadap seorang tersangka.

Menurutnya, secara formil kedua termohon tidak melakukan sebuah keputusan tertulis dan disampaikan kepada tersangka dan keluarganya. Selain itu, secara materil penahanan didasari bukti yang cukup terhadap tersangka yang dituduh melakukan tindaka pidana pasal 351 KUHPidana, namun unsur itu tidak terpenuhi.

Seharusnya, tersangka yang dituduh melakukan tindak pidana itu lebih cenderung diterapkan pasal 352 KUHPidana. Pasalnya, korban Kasatpol PP Asahan, Ali Hotman  Hasibuan tidak terhalang melakukan aktifitasnya.

“Kita menilai penerapan pasal 351 KUHPidana  yang dilakukan polisi itu tidak sesuai karena unsur tidak terpenuhi. Pasalnya yang diterapkan kepada tersangka lebih mengarah pasal 352 KUHPidana," ujar Bahren.

Ditambahkannya, perpanjangan penahanan yang dilakukan polisi dan kejaksaan itu tidak sah karena tidak sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku. “Penahanan terhadap ketua BPPTR Asahan itu ilegal dan lebih bernuansa penzoliman," jelasnya.

Akibat, penahanan itu Muklis Bella mengalami kerugian, baik secara material maupun imaterial. Pasalnya, penahanan yang dilakukan tersebut tidak sah maka sebagaimana yang diamanatkan undang-undang termaktub dalam pasal 95 ayat (2) KUHPidana pemohon berhak mendapatkan ganti kerugian.

"Kami menuntut termohon, dalam hal ini Kapolres dan Kepala Kejaksaan Negeri Kisaran untuk membebaskan pemohon dari tahanan dan rehabilitasi nama baiknya. Termohon juga diminta membayar ganti rugi serta biaya perkara yang diamantkan dalam peraturan yang berlaku," kata Bahren menegaskan.

Diketahui, berkas pengajuan praperadilan telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri (PN) Kisaran, Senin(28/11) yang berada di Jalan Ahmad Yani Kisaran. Beregister Nomor 05/prapid/2011/PN-KIS dan ditandatangani panitera muda pidana, Arfan SH. (Arbain)

IPNU Unjuk Rasa di Dinas PU Asahan Terkait dugaan Gratfikasi di Kejari Kisaran

Era korupsi pada saat ini sudah menjadi trend dan budaya birokrat pada masa kini, seiring lemahnya aparatur penegakan hukum hal itu menjadi celah para koruptor untuk terus berpacu di dalam mengkeruk anggaran yang Notabenenya dari rakyat untuk rakyat ,peraktek konspirasi,korupsi,gratifikasi saat ini sudah di lakukan secara transparan tanpa sedikitpun memiliki rasa takut dan malu pada ilahi rabbi, seolah olah hukum bisa di jual beli ,hukum bisa di tukar dan di beli dengan barang dan materi, yang mana semua itu tak lain dan tidak bukan bertujuan melemakan taring taring penegakan hukum di dalam upaya pemberantasan korupsi khususnya di kabupaten Asahan, di dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi No 20 Tahun 2001 pasal 12B Gratifikasi mengandung beberapa pengertian yakni pemberian dalam arti luas, yaitu meliputi pemberian uang, barang, dan fasitlitas lainnya kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara ,maka pemberian tersebut dianggap sebagai pemberian suap,bila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,begitu juga halnya dengan peraktek yang di lakukan kadis PU Asahan yang di duga turut melakukan peraktek Grtafikasi dengan melakukan pengerjaan pelapisan Hotmix di atas Halaman kantor kejari kisaran dengan menggunakan dana peribadi?sungguh ironis tindakan bapak kepala pembangunan jalan dan jembatan di Asahan ini ? bila bertujuan membangun dengan dana peribadi , Maka bangunlah desa desa kami yang kondisi infrastrukturnya hancur babak belur yang mana mulai dari era penjajahan sampai kemerdekaan belum juga tersentuh pembangunan! bukan membangun kantor kejari yang masih indah dan rapi dengan dana peribadi ! toh ada apa di balik semua ini ? terlebih tindakan ini dilakukan Bapak kadis PU Asahan di saat banyaknya kualitas pengerjaan peroyek pembangunan jalan di Tahun Anggara 2011 amburadul,yang hanya masih berumur bulanan namun sudah di dapati kehancuran ,sebut saja seperti pengerjaan peroyek Hotmik di Kecamatan Tinggi raja,Lapen di Pulau Rakyat dan di berbagai kecamatan lainnya, Tak heran kalau pemberantasan korupsi hanya dapat di berantas pada level pemborong dan PPK Semata, sangat jarang dapat menyentuh Kepala Dinas dapat tersentuh Oleh penegakan hukum ?
Sudah hampir satu tahun kepemimpinan Bapak Taswir ST Menjabat sebagai kepala Dinas Pekerjaan Umum kabupaten Asahan yang mana persoalan infrastruktur menjadi persolan yang urgent serta mendominasi menjadi permasalahan yang tiada hentinya, kualitas pembangunan yang amburadul tidaklah terlepas dari peraktek peraktek kotor yang di lakukan baik dari peroses tender maupun pelelangan yang tidak lagi menganut azas transparansi jujur dan adil,banyak dugaan peroyek yang di arahkan terhadap pemborong luar negeri maupun dalam negeri ,tentunya sangat erat dengan peraktek konspirasi,korupsi kolusi nepotisme yang akhirnya juga menjadikan kualitas pengerjaan di bawah standart mutu dan kualitasnya,maka tak heran jika pembangunan jalan yang masih berumur bulanan namun sudah memasuki tahap kerusakan dan perawatan ? ini lah kondisi dan system yang harus di berantas dari segala sisi,tentunya hal ini menjadikan kami masyarakat /mahasiswa terus berupaya memberikan perngatan terhadap para birokrat untuk tidak melakukan peraktek peraktek yang dapat merugikan rakyat dan Negara ,melihat dari permasalahan ini hendaknya bupati Asahan agar kiranya melakukan perubahan system yang ada pada saat ini ,yang mana masih erat dengan peraktek KKN serta menyingkirkan para oknum oknum yang telah melakukan penyalahgunaan wewenang dan jabatan demi perbaikan Kabupaten Asahan(Halim Saragi)