TEMPO Interaktif, Jakarta
- Wakil Ketua Komisi Badan Usaha Milik Negara Dewan Perwakilan Rakyat
Nurdin Tampubolon mendesak pemerintah tidak memperpanjang kontrak PT
Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) karena dinilai merugikan negara.
Menurut anggota Fraksi Partai Hanura ini, selama lebih dari 30 tahun beroperasinya Inalum, sama sekali tidak memberikan kontribusi signifikan bagi Indonesia. Sebaliknya, perusahaan tersebut selalu dilaporkan rugi itu telah menjadikan defisit listrik di Sumatera Utara (Sumut).
“Tulis saja, Komisi VI DPR meminta kontrak Inalum pada 2013 tidak diperpanjang, tapi langsung dinasionalisasi,” ujar dia dalam siaran pers yang diterima Tempo, Kamis (29/4).
Sekretaris
Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Said Didu mengatakan, Inalum
sebaiknya dikembalikan kepada negara. BUMN terkait bisa menjalankan
bisnis ini secara penuh. Indonesia dinilai bisa mengelola Inalum dengan
baik. "Berdasarkan pengalaman, jika pihak asing memiliki saham mayoritas
di BUMN, pemerintah akan susah mengontrolnya," katanya.
Akhir
Maret lalu, Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka
Anshari Bukhari mengatakan pemerintah telah melalui tim teknis masih
melakukan audit atas PT Inalum. Audit ini menyangkut audit teknologi,
bisnis dan lingkungan.
Anshari menegaskan pemerintah belum membuat komitmen apapun terkait Inalum. "Kami masih menunggu hasil kajian tim teknis, hasilnya seperti apa nanti kita pelajari," katanya.
Anshari menegaskan pemerintah belum membuat komitmen apapun terkait Inalum. "Kami masih menunggu hasil kajian tim teknis, hasilnya seperti apa nanti kita pelajari," katanya.
Saat
ini Jepang saat ini menguasai 58,9 persen saham Inalum melalui Nippon
Asahan Alumminium (NAA). Pemerintah Indonesia hanya memiliki 41,1 persen
saham. Saham Nippon dikuasai 50 persen oleh Japan Bank for
International Cooperation (JBIC) dan 50 persen sisanya milik swasta
Jepang. Masa berlaku build, operate and transfer (BOT) PT Inalum akan
berakhir tiga tahun lagi.
Sesuai perjanjian
pada BAB XXVIII paragraf 10, tiga tahun sebelum masa berlaku BOT habis,
Nippon telah menyampaikan permintaan perpanjangan kepada pemerintah
Indonesia melalui surat No SCNA-001 tertanggal 26 September 2009.
Nurdin
Tampubolon menambahkan pemerintah tidak ada alasan kuat untuk
memperpanjang kontrak build, operate, and transfer (BOT) Jepang di
Inalum. Potensi sumber daya alam yang dihasilkan Inalum yang sangat
besar diekspolitasi sebesar-besarnya tetapi tidak memberi manfaat dan
keuntungan bagi bangsa dan negara. “Sumatera Utara jadi kekurangan arus
listrik sebab PT Inalum hanya mementingkan produksinya sendiri,” ujar
dia.
Karena itu, Nurdin meminta semua pihak,
termasuk pemerintah, mendukung nasionalisasi PT Inalum. Dukungan ini
diperlukan agar usaha-usaha pihak Jepang melakukan lobi kepada pejabat
bisa terbendung. "Saya yakin pihak perusahaan pasti akan gencar melobi
para pejabat yang punya pengaruh agar kontrak diperpanjang lagi. Ini
harus diawasi."