Minggu 06 Oktober 2013
Dewan Pengupahan Daerah (Dapeda) dari perwakilan pengusaha telah menetapkan UMK Asahan untuk tahun 2013 ditetapkan sebesar Rp. 1.415.000.00 Juta.ironisnya kebijakan tersebut tidak seluruhnya pengusaha melaksanakan keputusan dewan (DAPEDA) tersebut,sebab masih banyaknya perusahaan yang ada di asahan masih memberikan upah kepada tenaga kerja di bawah UMK sebesar Rp.1.415.000.00 ,melihat kondisi tersebut kami menilai Dinas tenaga kerja Asahan yang notabenennya memiliki tufoksi melakukan pengawasan terhadap kegiatan ketenagakerjaan namun pada faktanya dengan tidak di indahkannya keputusan Dewan pengupahan daerah( DAPEDA) tersebut membuktikan Disnaker Asahan belum bekerja secara optimal dalam melakukan pengawasan,apa gunanya di buat kebijakan Upah tenaga kerja jika kebijakan itu tidak di laksanakan
selama ini persoalan upah yang di bawah UMK
sangat banyak di keluhkan para karyawan namun ada rasa takut untuk melaporkan
nya ke pihak Disnaker, selain mereka sendiri membutuhkan kerja di tambah lagi
rasa takut intimidasi yang akan di terimanya dalam bekrja bila melaporkan
persoalan upah tersebut, di sisi lain memang kita akui masih ada perusahaan
yang tidak sanggup membayar upah sesuai ketetapan Upah minimum kabupaten (UMK) namun
hendaknya pihak perusahaan tidak juga sepihak dalam mengambil keputusan dengan
memberikan upah di bawah UMK ,harusnya persoalan sanggup tidak sanggupnya
perusahaan dalam memberikan upah sesuai UMK persoalan itu di ketahui dan di
laporkan pihak perusahaan ke Dinas tenaga kerja Asahan untuk di carikan solusi
yang terbaik (win win solution) ada
jalan tengah yang di ambil dan bukan hanya sepihak saja oleh perusahaan yang
dapat mengakibatkan terjadinya diskriminas dan ketidak adilan yang di rasakan
oleh tenaga kerja itu sendiri.
sesuai
UU
Pasal 90 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerja pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum,
baik upah minimum (UM) berdasarkan wilayah propinsi atau kabupaten kota (yang
sering disebut Upah Minimum Regional, UMR)
maupun upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah propinsi atau
kabupaten/kota (Upah Minimum Sektoral, UMS) melihat UU no 13 ketenagakerja sebenarnya tidak ada
sedikitpun alasan perusahaan untuk tidak memberikan upah di bawah UMK ,
sebenranya jika Disnaker Asahan melaksanakan uu n0 13 tersebut maka hak hak
tenaga kerja di Asahan dapat terpenuhi.. maka kita sangat heran Disnaker Asahan
sebenarnya pakai Undang undang apa ya ? sehingga pengawasan tenaga kerja di
Asahan di rasa belum maksimal bahkan terkesan tidak perduli . Jadi tidak alasan
disnaker Asahan dalam melakukan pengawasan hanya menunggu laporan semata dengan
adanya UU N0 13 tentang tenaga kerja maka sudah seharusnya disnaker Asahan
menjalankan dan bekrja sesuai Undang undang tersebut.
Sebagai contoh di
Asahan karyawan yang tidak mendapatkan gaji sesuai UMK yakni klinik utama yang
berada di jalan cokro aminoto kisaran dan masih banyak perusahaan perusahaan
klinik swasta dan rumah sakit swasta yang tidak melaksanakan UMK (Silahkan di konfirmasi demi ke akuratan data
) namun ironisnya itu luput dari pantauan dinas tenaga kerja Asahan ,para
bidan yang bekerja di klinik utama hanya memperoleh upah sebesar Rp.350.000
perbulannya ,dan juga sudah di pastikan tidak memiliki jamsostek, harusnya Disnaker
Asahan melakukan audit keuangan Klinik utama ,apa alasannya tidak sanggup
memberikan upah sesuai UMK ? Jika memang keuangan perusahaan itu tidak sanggup
maka janganlah sepihak disinilah peran serta dinas tenaga kerja Asahan untuk
mengambil keputusan yang bijak dan adil antara karyawan dan perusahaan.
Bolehkah
Menyepakati Upah di Bawah Upah Minimum?
Kalau
ini kutipan dari ,sumber (http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5118a676ad68c/bolehkah-menyepakati-upah-di-bawah-upah-minimum)
Dari aspek hukum pidana, kesepakatan (antara pekerja/buruh
dengan pengusaha) untuk membayar upah di bawah upah minimum (tanpa
adanya persetujuan penangguhan dari yang berwenang) merupakan
pelanggaran tindak pidana kejahatan dengan ancaman hukuman pidana
penjara antara 1 (satu) tahun sampai dengan 4 (empat) tahun dan/atau denda
antara Rp100.000.000,- (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp400.000.000,-
(empat ratus juta rupiah) sebagaimana disebutkan dalam Pasal 185 ayat (2) UU
Ketenagakerjaan.
b. Dari aspek hukum
perdata, berdasarkan Pasal 52 ayat (1) huruf d UU Ketenagakerjaan
dan Pasal 1320 ayat 4 jo Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”),
bahwa kesepakatan dalam suatu perjanjian, termasuk perjanjian kerja, tidak
boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Atau dengan perkataan
lain, kesepakatan (konsensus) para pihak causa-nya harus halal,
dalam arti suatu causa terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang.
Dengan demikian memperjanjikan upah di bawah upah minimum (UMR/UMS) adalah null
and void, batal demi hukum (vide Pasal 52 ayat [3] UU Ketenagakerjaan).
Dari uraian di atas maka kami mendeak
Disnaker Asahan untuk melakukan Investigasi keseluruh perusahaan /rumah sakit
swasta/klinik untuk melakukan pengawasan terhadap pelanggaran hak hak karyawan
tanpa harus menunggu laporan
Mendesak Bupati Asahan menghentikan izin
operasional perusahaan yang tidak mematuhi peraturan /undang undang serta
mengambil sikap yang tegas
Mendesak DPRD Asahan untuk memanggil
perusahaan yang tidak mematuhi UU no 13
tenaga kerja dan keputusan Dewan pengupahan Daerah (DAPEDA)
TTD
HALIM SARAGI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar