Jaksa Kumpulkan Bukti
KISARAN - Kejaksaan
Negeri (Kejari) Kisaran masih mengumpulkan bukti untuk memulai pemeriksaan
terhadap pejabat PDAM Tirta Silau Piasa (TSP) Asahan yang diduga bakal terlibat
dalam kasus dugaan pungli perda mati nomor 18 tahun 2001 tentang retribusi
saluran air dan riol yang dilakukan pihak manajemen kepada pelanggan.
Kepala
Seksi Intelijen (kasi Intel) Kejaksaan Negeri Kisaran, Rudi Parhusip
mengatakan, jika bukti-bukti ini berhasil dikumpulkan, maka kasus pungli
tersebut akan segera dimulai ke dalam tahap penyelidikan. Soalnya, Menurut dia,
Kejaksan masih membutuhkan bukti-bukti lebih lanjut agar bisa melakukan
pendalaman dalam menindaklanjuti kasus dugaan pungli tersebut.
“Saat ini kita sedang pul data (mengumpulkan
data), jika ini selesai, baru kita akan segera mulai tahap penyelidikan,”
ujarnya kemarin.
Disebutkannya
saat ini pihaknya sedang disibukkan dengan berbagai kegiatan pengumpulan data
dari sejumlah kasus dugaan korupsi
lainnya yang saat ini sedang ditangani oleh Kejaksaan. Kesibukan ini membuat
aktivitas Kejaksaan cukup tersita sehingga kasus dugaan pungli di perusahaan
milik daerah itu belum bisa dimulai penyelidikannya setelah kasus dugaan
korupsi ini dilaporkan oleh sejumlah
aktivis mahasiswa.
Rudi
mengatakan Kejaksan masih membutuhkan bukti-bukti lebih lanjut agar bisa
melakukan pendalaman dalam menindaklanjuti laporan kasus dugan pungli tersebut.
Namun dia menegaskan meski kasus ini belum ditindaklanjuti secara maksimal
karena factor kesibukan pihaknya tadi, akan tetapi Rudi memastikan kasus dugaan
pungli di PDAM TSP Asahan tersebut tetap akan ditindaklanjuti sesuai proses
hokum.
Sepertti
diketahui, Kejaksaan Negeri Kisaran telah menerima laporan resmi dari sejumlah
aktivis mahasiswa terkait kasus pengutipan retribusi perda yang telah dicabut
pemerintah daerah dan DPRD. Kasus yang diperkirakan telah merugikan hingga ratusan
juta rupiah 17 ribu lebih pelanggan (berdasarkan data terakhir jumlah
pelanggan) itu terungkap dari bukti biaya tagihan rekening pelanggan yang
setiap bulan sejak Januari hingga April 2011 tetap dibebani biaya retribusi
sebesar 5-10 persen dari besar tagihan
rekening pemakaian air.
Sudah Dikembalikan
Terkait
soal ini Kabag Humas Pemkab Asahan, Rahman Halim menilai, kasus PDAM Tirta Silau
Piasa telah selesai, karena kerugian pelanggan telah dikembalikan oleh
perusahaan.
Pengembalian
itu telah dilakukan oleh PDAM TSP pada Juni 2011 lalu secara langsung kepada
pelanggan di loket pembayaran tagihan rekening air. Dengan diselesaikannya masalah
ini lewat pengembalian, maka menurut dia kasus ini tidak perlu
diperpanjang.
Namun penilaian ini tidak diaminkan
oleh Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPRD Asahan, Khairul Saleh. Menurut
dia, kasus ini harus tetap diproses oleh Kejaksaan. Masalahnya, beber dia,
kerugian pelanggan telah terjadi dan ini baru dipulangkan setelah diungkap oleh
media dan aktivis. “Kalau masalah pengutipan retribusi dari perda mati ini
tidak diungkap, dia yakin pengutipan retribusi akan tetap berlanjut. Buktinya
kalau ini disebabkan murni karena factor kelalaian, tidak masuk akal jika
pemunugutan retribusi berjalan hingga 4 bulan
sejak perda ini dibatalkan Desember 2010 lalu oleh DPRD,” sebut dia.
Bukti kuat
juga ditemukannya, yakni terjadinya pengutipan tagihan pembayaran retribusi
perda nomor 18 tahun 2011 pelanggan kepada PT. Mojopahit-- perusahaan swasta
yang bekerjasama dalam operasional (KSO) dengan PDAM dalam pengelolaan PDAM unit Bagan Asahan oleh manajemen PDAM TSP.
Sebab itu
menurut dia kasus ini harus tetap ditindaklanjuti oleh Kejaksaan, selain berbau
dugaan tindakpidana korupsi juga
karena menyangkut kerugian pelanggan. Menyinggung
soal pengembalian terhadap pelanggan, Khairul Saleh meragukan jika kerugian
pelanggan PDAM TSP telah dikembalikan seluruhnya.
(edy gunawan hasby)
terungkap berdasarkan bukti-bukti pembayaran
tagihan rekening air dari sejumlah pelanggan. “Saya baru tahu ini
jika perda tersebut telah dicabut,”ujar Ahay, 50, warga Jalan Imam Bonjol
Kisaran Timur kepada SINDO, kemarin.
Pelanggan PDAM Asahan ini mengaku, telah mengetahui sejak lama diberlakukannya
retribusi perda nomor 18 tahun 2001 yang wajib dibayar oleh pelanggan PDAM TSP
dalam setiap pembayaran tagihan rekening air. Namun menyangkut pembatalannya,
para pelanggan PDAM TSP tidak mengetahui jika perda ini ternyata telah
dibatalkan oleh DPRD setempat. Sebab itu, meski pengutipan liar ini telah
berjalan empat bulan, para pelanggan tidak protes dan melakukan komplain kepada
pihak manajemen perusahaan pengelola air minum milik pemkab Asahan meski
tagihan rekening airnya tetap dibebani biaya retribusi.
Berdasarkan bukti-bukti rekening pembayaran tagihan air sejak Januari-April
2011 yang berhasil dikumpulkan, beban retribusi saluran air dan riol tetap
dicantumkan dalam rekening setiap pelanggan dengan besar retribusi yang
bervariasi yakni tergantung dari jumlah kubikasi pemakaian dan jenis pelayanan.
Pengutipan retribusi saluran air dan riol tersebut baru dihentikan dalam
pembayaran tagihan rekening Mei 2011. Disebut-sebut penghentian pengutipan
retribusi secara illegal itu baru dilakukan setelah menjadi temuan Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) pada April 2011 lalu saat lembaga resmi
pemerintah ini mengaudit laporan keuangan PDAM TSP.
Dugaan berjalannya pungli berkedok perda retribusi selama kurun waktu
empat bulan itu dikuatkan DPRD Asahan. Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPRD
Asahan, Khairul Saleh mengaku juga menemukan kasus yang sama.
Disebutkannya saat ini pihaknya mengantongi bukti-bukti tentang adanya
pengutipan retribusi perda nomor 18 tahun 2001 yang dikutip pihak manajemen
PDAM TSP dari PT. Mojopahit.
`Khairul membeberkan, perusahaan swasta yang telah ditunjuk selama 10
tahun oleh pemkab Asahan sebagai pengelola pelayanan air bersih khusus untuk
PDAM unit Bagan Asahan, kecamatan Tanjung Balai dalam konsep kerja
sama operasional (KSO) tersebut telah menyetor puluhan juta rupiah kepada
manajemen PDAM TSP sebagai setoran atas retribusi saluran air dan riol selama
empat bulan sejak Januari-April 2011. Pembayaran ini sebutnya, dilakukan
atas tagihan Direktur PDAM TSP, Darwinsyah.
Menurut bukti yang
dikantonginya, pada April 2011 PT Mojopahit telah membayar sebesar Rp. 12
juta setoran retribusi perda nomor 18 tahun 2001 ke PDAM TSP. Jika
diperhitungkan dengan mengalikan selama empat bulan dengan rata-rata jumlah
pembayaran retribusi sebesar itu maka diperkirakan sebesar Rp 48 juta telah
disetor perusahaan ini ke PDAM TSP. Padahal sejak Desember 2011, perda
telah dicabut dan tidak diberlakukan.
Persoalan pungli ini
ternyata tidak sampai disitu. Selain persoalan pengutipan secara illegal, hasil
pengutipan retribusi juga diduga ditilep. Dari hasil crosscheck ke Dinas
Pengelolaan Pendapataan, Keuangan , dan Aset (DPPKA) Pemkab Asahan, hasil
pengutipan retribusi illegal tersebuit tidak disetor ke kas daerah.
Menurut Khairul tidak
disetorkannya hasil pengutipan retribusi ini hal yang logis dan wajar karena
memang pihak manajemen perusahaan tahu betul jika perda saluran air dan
riol sudah tidak berlaku lagi. “Karena mereka berpikir kalau pun disetor
akan percuma, uang tetap akan raib juga,” kata dia.
Menyikapi temuan
ini, Khairul Saleh menilai, kebijakan tetap berjalannya pengutipan retribusi
saluran air dan riol oleh manajemen PDAM TSP Asahan tersebut sudah sangat
keterlaluan. Menurutnya, bukan saja hanya persoalan pungli, juga
terindikasi melakukan tindak pidana korupsi dan melakukan kejahatan dalam
jabatan.
“Sebagai anggota
DPRD saya akan giring persoalan ini agar kasus ini dilaporkan oleh DPRD ke
polisi,” jawab dia.
Untuk Kebutuhan Gaji
Sementara secara terpisah manajemen PDAM TSP Asahan mengaku telah melakukan
pengutipan retribusi tersebut. Direktur PDAM TSP Asahan Darwinsyah, melalui
Kabag Keuangan PDAM TSP, Ruspin mengatakan, pengutipan retribusi perda
nomor 18 tahun 2001 selama 4 bulan itu bukan disengaja oleh pihak perusahaan.
Dia beralasan, pihaknya selama ini tidak mengetahui jika perda nomor 18 tahun
2001 telah dicabut DPRD karena tidak ada sosialisasi kepada pihak manajemen
perusahaan. “Kami memang baru tahu saat BPK masuk, dan meminta kami
menghentikan pengutipan retribusi ini,” jawab dia.
Terkait soal tidak disetorkannya hasil pengutipan retribusi perda 18 tahun 2001
itu, Ruspin berkilah, hasil pengutipan retriobusi illegal itu untuk kebutuhan
pembayaran gaji dan operasional perusahaan. Dikatakannya, akibat manajemen yang
buruk dimasa kepemimpinan PDAM TSP, Syamsuar, perusahaan milik daerah tersebut
hampir bangkrut sehingga untuk pembayaran gaji pegawai saja perusahaan ini
sudah tidak mampu. “Dari hasil retribusi inilah kami menutupi biaya-biaya
ini,” jawab dia. (edy gunawan hasby)