Dalam orasinya, Halim Saragih salah seorang aktivis menyebutkan,
mahasiswa mengecam dan menyayangkan terjadinya peristiwa rubuhnya lantai
menara masjid yang mengakibatkan tewasnya dua pekerja.
Disampaikan Halim, berdasarkan akal sehat
sesungguhnya kejadian itu akibat kelalaian dari perusahaan yang
memperkerjaan banyak orang. Perusahaan tidak melakukan kontrol atau
pengawasan saat pengecoran bagian menara masjid. Ekses dari itu, telah
menghilangkan nyawa dua pekerja yang datang dari Kabupaten Serdang
Bedagai dan Pulau Jawa.
Dipastikan, keluarga kedua korban sangat
terpukul mendengar kabar peristiwa tragis itu. Bahkan tak dapat
dibayangkan, betapa sedih dan terpukulnya keluarga saat menyambut
jenazah itu.
Diterangkan Halim, pelaksanaan peroyek
pembangunan masjid dimulai tahun 2011 dan direncanakan selesai tahun
2013. Sedang kontraktornya, merupakan perusahaan milik BUMN yang
bergerak di bidang kontruksi.
Di tengah perjalanan pelaksanaan peroyek,
ketika pekerja melaksanakan kerja masing-masing. Tiba-tiba, kerangka
lantai ambruk mengakibatkan dua korban tewas dan empat pekerja kritis.
“Tentunya, musibah ini tidak bisa kita
pandang hanya dari sisi kelalaian para pekerja ataupun alasan lain yang
dapat melindungi pihak yang harusnya bertanggung jawab menjadi tidak
bertanggung jawab. Kami berkomitmen, agar persoalan itu dituntaskan,”
tegas Halim.
Sementara, Husni Mustofa
menyoroti keberanian konsorsium mempekerjakan anak di bawah umur. Hal
itu diketahui, berdasarkan identitas korban luka yang tergolong di bawah
umur yaitu 16 tahun.
”Mempekerjakan anak dibawah umur, mirip
perbudakan yang tidak dapat ditelorir dan melanggar aturan dan
perundang-undangan yang berlaku,” pungkas Husni. Husni menduga,
konsorisum bekerja sama dengan Pemkab Asahan melakukan pembiaran
mempekerjakan anak di bawah umur.
Buktinya, ada kesan bahwa pihak pemkab
dalam hal ini Disnaker, tidak melakukan pengawasan serius terhadap buruh
di bawah umur dalam mega proyek pembangunan Masjid Agung.
“Kalau jujur, perusahaan telah melakukan
tindakan ekpoloitasi anak dan tindakan itu dilarang dalam Undang-undang
Nomor. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan Undang-undang No.13
tentang ketenagakerjaan,” tegas Husni.
Menyikapi kejadian rubuhnya masjid, GMPB
mendesak DPRD Asahan untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) guna
menuntaskan persoalan mempekerjakan anak di bawah umur. Mendesak
Kapolres Asahan melakukan penyelidikan/penyidikan terkait insiden
kecelakaan kerja, menindak tegas PT.
Waskita Karya yang telah melanggar
undang-undang perlindungan anak. Mendesak PT. Waskita Karya untuk
bertanggung jawab atas kecelakaan kerja yang dialami para pekerja baik
yang telah meninggal maupun yang kritis.
Sebelumnya, pengunjuk rasa sempat
menggelar aksi sweeping di kantor DPRD Asahan, karena selama setengah
jam menggelar orasi di halaman DPRD, tak satu pun anggota DPRD menerima.
Akhirnya, anggota DPRD Asahan H Syamsul
Qodri dan Budianto menerima pengunjukrasa di ruang Madani DPRD Asahan,
dan berjanji DPRD akan memanggil Disnaker Asahan, Jamsostek dan instansi
terkait untuk mempertanyakan permasalahan rubuhnya lantai menara
masjid. (van/mar)
sumber : http://www.metrosiantar.com/2013/usir-konsorsium-proyek-masjid-agung/