SELAMAT DATANG DI BLOGG RESMI HALIM SARAGI,semoga Bermamfaat ,Salam Pergerakan !!

Rabu, 19 Desember 2012

Penanganan Kasus Korupsi Gor Bertele-tele

halim saragi
Rabu, 19 Desember, 2012
KISARAN – Penangananan dugaan korupsi GOR oleh Unit Tipikor Satreskrim Polres Asahan terkesan bertele-tele. Hingga kini, belum jelas sejauh mana pihak polisi telah menangani kasus tersebut.

Ironisnya, beredar issu yang menyebutkan, oknum tertentu dari kepolisian telah kong-kalikong dengan Komite Pembangunan GOR dalam persoalan yang diadukan oleh Aliansi Mahasiswa Anti Korupsi ini.

Pj Kanit Tipikor Satreskrim Polres Asahan, Iptu Anderson Siringoringo yang dikonfirmasi beberapa hari lalu mengenai persoalan ini mengaku, untuk melanjutkan persoalan ini pihaknya masih menunggu hasil pemeriksaan yang dilakukan tim independen dari Universitas Sumatera Utara.

Dengan kata lain, selama hasil pemeriksaan tersebut belum diperoleh, pihaknya belum dapat melanjutkan kembali penanganan perkara tersebut. “Masih menunggu hasil pemeriksaan dari tim independen Universitas Sumatera Utara,” kata Anderson.

Sayangnya, Anderson belum dapat memastikan, kapan hasil pemeriksaan tersebut dapat diperoleh. Sementara itu, beredar issu yang menyebutkan, pemeriksaan yang dilakukan oleh polisi terhadap Ketua Komite GOR beberapa waktu lalu hanya formalitas belaka.

Konon, sebut seorang sumber METRO, pemanggilan Ketua Komite GOR kala itu, turuhannya hanya saut yakni untuk meningkatkan posisi tawar burgening position oknum tertentu di kepolisian yang hendak memiliki kepentingan tertentu dalam perkara itu.

“Pemeriksaan itu cuma formalitas saja. Ngerti sendirilah apa maksudnya pemanggilan itu,” tukas sumber yang dikenal dekat dengan kalangan polisi, dan pemerintah Kabupaten Asahan ini. Masih menurut sumber ini, sangat dimaklumi jika pihak kepolisian setengah hati dalam menangani perkara ini.

Sebab, kasus ini terbilang sangat politis, karena melibatkan sejumlah nama yang dikenal sebagai orang dekat penguasa Kabupaten Asahan. Bahkan, ketua tim pemenangan Bupati Asahan saat masa pemilukada lalu, juga terlibat, yakni sebagai ketua dan bendahara Komite GOR.

“Berat lah kalau mau dituntaskan, wong yang terlibat aja orang-orang penting. Untuk kelas Asahan, saya rasa berat polisi mau menegakkan hukum dalam perkara ini,” kata sumber
ini.
Aroma Konspirasi
Dalam perkara ini, aroma konspirasi antara Pemkab Asahan dengan dengan komite pembangunan GOR Kabupaten juga cukup kental. Ini dapat dibuktikan dari terbitnya SK Bupati Asahan No 277-porbud/2011, tentangp penetapan Komite Pembangunan GOR Kabupaten Asahan.

Tri Purno Widodo SH, seorang praktisi hukum muda di Kabupaten Asahan, saat dimintai komentarnya kemarin mengatakan sangat tidak masuk akal, Pemkab mencampuri perkara ini, apalagi sampai menerbitkan SK.
Ditemui di kantor Pengacara Tri Purno Widodo SH dan rekan, di Jalan Cokro A Minoto Kisaran, advokat penggila petualangan alam bebas ini mengatakan, sesuai dengan Undang-undang No.3 Tahun 2005, tentang sistem keolahragaan nasional, persisnya pada pasal 67 disebutkan, pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab atas perencanaan, pengadaan, pemanfaatan, pemeliharaan dan pengawasan prasarana olahraga. Dengan kata lain, sebuah lembaga non pemerintahan/swasta, yang tentunya memiliki badan hukum, dapat melaksanakan proses pengadaan sarana olah raga, semisal pembangunan GOR.

Artinya, komite dalam hal ini sebagai perwujudan peran serta masyarakat,” sebut Dodo panggilan akrabnya. Sesuai aturan ini pula, dana yang dikelola komite, sebut Dodo, bisa berupa dana hibah seperti yang terjadi di Asahan. Artinya, komite memiliki hak mengajukan proposal kepada kementerian pemuda dan olahraga.

Yang kemudian, menggelontorkan dana untuk proyek tersebut. Dalam hal ini, komite bertanggung jawab langsung kepada kementerian olahraga. Dalam hal ini, sebut Widodo, terlihat adanya keterlibatan,atau lebih tepatnya upaya melibatkan diri yang dilakukan oleh Pemkab Asahan dalam persoalan ini.

Ini dapat dibuktikan, dengan adanya PPK Pembangunan Gor di Dinas PU Kabupaten Asahan, yang beranggotakan Ikhtiadi Amir, serta Jailani ST. Selain itu, SK Bupati sangat tidak berdasar. Sebab, sesuai aturan tersebut, Pemkab tidak ada hubungannya dalam kasus ini. “Yang jadi pertanyaanya, apa urusan pemkab dalam hal ini?,” tanya Dodo.

Menanggapi hal ini, Ketua AMAK Halim Saragih kepada METRO mengatakan, dari analisa yang dilakukannya, terbitnya SK itu, adalah upaya membentengi diri komite pembangunan GOR dengan menciptakan sebuah perikatan dengan pemkab, yang seharusnya tidak perlu dilakukan jika memang pihak komite berniat bersih.

Patut diduga, dan dicurigai, apa tujuan pemkab menerbitkan SK itu? Sama sekali tidak berdasar menurut saya. Kecuali memang, ada agreement tersendiri, untuk meloloskan kepentingan pribadi,” katanya. (Ing)

http://www.metrosiantar.com/2012/penanganan-kasus-korupsi-gor-bertele-tele/

Calo Honorer 11 TKS Dua Tahun Kerja Tanpa Gaji

KISARAN – Oknum anggota DPRD Asahan dari Partai Golkar, H Wahyudi, diduga kuat memanfaatkan jabatannya untuk menjadi calo honorer. Dari 11 tenaga kerja sukarela di Sekretariat DPRD Asahan, 2 orang diantaranya bekerja, atas rekomendasi H Wahyudi. Ironisnya, selama bekerja 2 tahun lebih, mereka sama sekali tidak pernah mendapatkan gaji.

Dua orang tenaga kerja sukarela di DPRD Asahan, Kuswandi (25) dan rekannya Suryadi (28), keduanya warga Dusun III, Desa Gedangan, Kecamatan Pulo Bandring, kepada koran ini kemarin mengaku mereka bekerja di sekretariat DPRD ASahan sejak Februari 2010 silam dengan status tenaga kerja sukarela. “Sejak Februari lah bang kami kerja,” kata Suryadi, yang beberapa bulan belakangan memilih berhenti, karena tidak digaji.

Keduanya mengaku, bersedia bekerja di sekretariat DPRD Asahan sebagai TKS bermula dari kedatangan dua orang pria bernama Johan dan Wiro, yang mengaku sebagai utusan H Wahyudi, oknum anggota DPRD Asahan itu.

Kata Suryadi, kedua pria itu mengaku suruhan H Wahyudi, yang memiliki ‘jatah’ dalam pengangkatan PNS. Namun, sebagai syarat untuk lulus jadi PNS, harus bersedia bekerja sebagai TKS selama 1 tahun, dan membayar sejumlah uang.

“Karena dijanjikan jadi PNS untuk setelah 1 tahun bekerja sebagai TKS, saya mau. Dan saya bayar Rp19,5 juta. Penyerahannya dilakukan di rumah Kades Gedangan Poniman, dan disaksikan Ibu Kades, Nur Asiah,” jelas Suryadi.

Hal senada juga diutarakan Kuswandi. Pria ini juga mengaku didatangi oleh Johan, dan Wiro dan menawarkan pekerjaan kepadanya. Bahkan, untuk meloloskan keinginannya, Kuswandi yang mengaku tertarik dengan ajakan dua orang pria yang mengaku suruhan H Wahyudi tgersebut, menyerahkan uang pelicin sebesar Rp25 juta.

“Saya bayar Rp 25 juta bang. Sampai sekarang saya masih bekerja, siapa tahu besok-besok ada rejeki,” tukasnya. Dijelaskannya pula, penyerahan itu dilengkapi surat serah terima uang. Keduanya juga menjelaskan, selain mereka berdua, masih ada sejumlah tenaga kerja sukarela lainnya yang berstatus sama dengan mereka, dan bekerja sejak Februari 2010 silam.

Dikatakan sama, karena selama bekerja, mereka sama sekali tidak mendapatkan upah atas pekerjaan mereka. “Nggak ada gaji Bang, cuma dapat makan aja setiap hari. Yah, kadang-kadang, kalau ada yang berbaik hati, dikasih tip,” tegas mereka.

Hanya saja, kedua pria ini tidak dapat memastikan, apakah rekan mereka lainnya bekerja di sekretariat DPRD juga atas rekomendasi H Wahyudi, atau orang lain. Sementara itu, Sekretaris DPRD Asahan, Zainal, yang dicoba dikonfirmasi terkait keberadaan para TKS yang tidak digaji ini gagal ditemui. Zainal tak berada di kantor, saat disambangi.

Sementara, H Wahyudi, anggota DPRD dari partai Golkar yang juga menjabat sebagai ketua PSSI Asahan membantah perihal itu saat dikonfirmasi.

“Ah, tak ada itu. Nggak benar itu,” tulis Wahyudi yang mengaku sedang menghadiri undangan, saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Senin (17/12) sekitar pukul 18.30 WIB. Terpisah, Ketua AMAK Kabupaten Asahan Halim Saragih saat dimintai komentarnya mengaku heran dengan keberadaan para TKS yang konon katanya berjumlah puluhan di seluruh SKPD se jajaran pemkab Asahan. “Aneh, kenapa pemkab tidak bisa menertibkan ini. Ada apa,” tegasnya.

Ditambahkan Halim, agar persoalaan ini tidak menjadi bom waktu dan berpolimik berkepanjangan karena menyangkut masa depan seseorang dikemudian hari, Bupati Asahan diminta tegas menyelesaikan persoalaan nasib mereka dan status mereka agar membuat keputusan tegas tentang nasib mereka.

“Sangat disayangkan masa depan mereka, walaupun mereka bangga memakai atribut baju pegawai PNS, namun jaminan mereka tidak ada yang bisa menjamin kesinambungan mereka tetap bekerja seterusnya,” kata Halim.

Humas Pemkab Asahan Zainal Arifin SH ketika dikonfirmasi METRO Kamis (13/12) melalui telepon mengatakan, bahwa pihak Pemkab Asahan melalui, pihak BKD Kabid Mutasi Iwan Taat sudah menyurati pihak-pihak yang telah mempekerjakan pegawai yang status mereka tidak jelas, bahkan melalui surat resmi keseluruh instansi yang merekrut pegawai TKS itu.

“Sejak tahun 2005, Bupati Asahan Drs.H.Taufan Gama Simatupang menetapkan tidak ada lagi pengangkatan pegawai honorer, sesuai morotorium Mendagri tahun 2005 tidak dibenarkan pengangkatan pegawai honor dengan dalih apapun juga,” tegasnya. (Ing/Mar)

sumber : http://www.metrosiantar.com/2012/anggota-dprd-dituduh-jadi-calo-honorer-11-tks-dua-tahun-kerja-tanpa-gaji/