JAKARTA-Pemerintah pusat berkomitmen moratorium penerimaan CPNS
diterapkan secara tegas. Penerimaan CPNS dengan formasi terbatas yang
dimulai tahun depan, hanya boleh dilakukan pemda dengan belanja
pegawainya di bawah 50 persen dari APBD-nya. Sedang bagi belanja
pegawainya di atas 50 persen, dilarang melakukan rekrutmen CPNS.
“Bagi 129 pemda yang belanja pegawainya di atas 50 persen, tidak akan
ada formasi CPNS. Stop,” tegas Kapuspen Kemendagri, Reydonnyzar Moenek
kepada koran ini di ruang kerjanya, kemarin (25/10).
Dari 129 pemda itu, 20 kabupaten/kota berasal dari Sumut. Khusus di
Sumut, alokasi belanja pegawai di APBD 2011, tertinggi adalah Kabupaten
Simalungun, yakni Rp756,304 miliar atau mencapai 71,95 persen dari
APBD-nya. Disusul Kota Padangsidimpuan dengan belanja pegawai Rp297,595
miliar atau 69,89 persen. Kabupaten Asahan dengan belanja pegawai
Rp470,169 miliar atau 58,54 persen.
Untuk Kota Medan, belanja pegawainya cukup tinggi, yakni Rp1,535
triliun. Namun, angka ini persentasenya ‘hanya’ mencapai 52,38 persen
dario total APBD 2011. (lihat grafis).
Sedang kabupaten/kota yang belanja pegawainya di bawah 50 persen, antara
lain Kota Sibolga sebesar Rp194,842 miliar (48 persen), Labuhanbatu
Utara Rp246,043 miliar (49,73 persen), Nias Selatan 47,25 persen,
Labuhanbatu Selatan 45,15 persen, Kota Gunungsitoli 43,87 persen, Pakpak
Bharat 43,16 persen, Batubara 45,10 persen, Nias 37,27 persen, dan Nias
Utara 34,07 persen.
Donny menjelaskan, belanja pegawai di banyak daerah membengkak juga
disebabkan mereka masih terus-terusan menerima tenaga honorer. Padahal,
sesuai PP Nomor 48 Tahun 2005, pemda sudah dilarang menerima honorer.
“Akibatnya, anggaran belanja pegawai terus membengkak,” ujar Donny,
panggilan Reydonnyzar.
Nah, bagi daerah yang telanjur menerima tenaga honorer setelah terbitnya
PP 48 itu, kata Donny, pemda harus menganggarkan uang honor mereka ke
dalam belanja program dan kegiatan masing-masing Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD).
“Jadi honorarium kegiatan, bukan belanja pegawai,” terang Donny, yang
juga pakar pengelolaan keuangan itu.
Seperti diberitakan, EE Mangindaan saat masih menjabat sebagai Menpan-RB
pada September 2011 lalu menjelaskan, dalam masa moratorium penerimaan
CPNS, daerah harus melakukan penataan organisasi, termasuk menghitung
kebutuhan pegawainya secara detil. Tugas ini harus sudah kelar akhir
2011.
Selanjutnya, Januari hingga Desember 2012, bagi daerah yang sudah
selesai membuat data penataan PNS, sudah bisa melakukan penerimaan CPNS,
dengan formasi terbatas. Dengan demikian, bagi daerah yang cepat
menyelesaikan tugas itu, bisa melakukan penerimaan CPNS lebih cepat.
Sebaliknya, yang lambat juga akan ketinggalan melakukan penerimaan ‘abdi
negara’ itu. Formasinya pun dibatasi, tenaga guru, tenaga kesehatan,
sipir, dan tenaga navigator penerbangan.
Lulusan perguruan tinggi kedinasan, seperti Institut Pemerintahan Dalam
Negeri (IPDN), Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS), Sekolah Tinggi
Akuntansi Negara (STAN), dan beberapa yang lain, juga tetap diangkat
menjadi CPNS.
Satu syarat lagi yang sudah dituangkan dalam surat keputusan bersama
tiga menteri yang mengatur moratorium CPNS, daerah yang bisa melakukan
rekrutmen CPNS, hanyalah daerah yang belanja pegawainya di bawah 50
persen dari total anggaran APBD-nya. Sedang Pemprov Sumut belanja
pegawainya 50,69 persen.
Sementara itu hingga kemarin (25/10) belum jelas kapan Peraturan
Pemerintah (PP) tentang pengangkatan tenaga honorer tercecer kategori I
menjadi CPNS akan diterbitkan. Padahal, sebelumnya dijanjikan PP terbit
Oktober ini dan selanjutnya sebanyak 67 ribu tenaga honorer yang akan
diverifikasi lagi, diangkat menjadi CPNS.
Kapuspen Kemendagri, Reydonnyzar Moenek tidak berani memberikan jawaban
kapan PP itu terbit. Alasannya, urusan itu lebih merupakan kewenangan
Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(Kemenpan-RB). Sementara, Wakil Menpan-RB Bidang Reformasi Birokrasi Eko
Prasojo saat dihubungi koran ini kemarin, belum sempat memberikan
pernyataan lantaran sedang menerima tamu.
“Nanti kalau sudah selesai terima tamu, saya kasih tahu ya,” ujarnya.
Hanya saja, hingga kemarin petang janji itu tidak direalisasikan. (sam)
Kabupaten/kota yang dilarang merekrut CPNS
Kabupaten Belanja (miliar)
Persentase
1. Simalungun
756,304 71,95
2. Kota Padangsidimpuan 297,595
69,89
3. Tobasa
286,958 68,63
4. Kota Pematangsiantar 398,538
65,71
5. Kota Binjai
322,270 65,13
6. Madina
403,463 64,48
7. Langkat
708,170 60,78
8. Karo
437,176 60,52
9. Labuhanbatu
374,040 58,79
10. Asahan
470,169 58,54
11. Tapteng
325,236 57,85
12. Serdang Bedagai 409,270
57,31
13. Tapsel
328,455 56,97
14. Humbahas 251,824
55,55
15. Kota Tebingtinggi 230,269
55,54
16. Taput
360,329 55,26
17. Deliserdang
905,373 54,32
18. Kota Tanjung Balai 208,659
54,06
19. Samosir
224,308 53,21
20. Kota Medan 1,535,654
52,38
Sumber: Pusat Penerangan Kemendagri
Kalau rezim lalai, INGATKAN! Kalau rezim zalim, LAWAN! Kalau rezim tak mampu,TURUNKAN !
Sabtu, 28 April 2012
DPRD Beri Catatan pada R-APBD Asahan 2011
MedanBisnis
– Kisaran. Delapan Fraksi yang ada DPRD Asahan membuat catatan terhadap
Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (R-APBD) setempat tahun
2011. Catatan dimaksud diharapkan ke depan dapat menyahuti aspirasi
masyarakat Asahan.
Dari catatan yang
disampaikan di antaranya Fraksi Nurani Keadilan (F-NK). Fraksi ini
mengatakan, pos anggaran sosial keagamaan untuk pembinaan iman dan taqwa
merupakan program yang baik untuk menjamin ketaatan beragama bagi
masyarakat. Namun, F-NK mengharapkan kegiatan tersebut dapat
dilaksanakan dan dievaluasi secara cermat, karena dari program tersebut
ada perbedaan yang mendasar antara pembagunan fisik dan mental. “Program
ini perlu kesamaan presepsi untuk memberikan penilaian,” kata juru
bicara F-NK, Zainuddin Saragih dalam sidang tersebut, Kamis (9/12) di
gedung dewan setempat.
Zainuddin juga mengatakan, pos pendapatan daerah terhadap PBB, harus lebih dimaksimalkan, terutama PBB para pemilik lahan perkebunan swasta perorangan, begitu juga dengan pos kesehatan yakni jaminan kesehatan masyarakat daerah (Jamkesda). Fraksi ini mengingatkan idealnya dana Jamkesda tidak perlu ada, karena sudah di-cover oleh asuransi Jamkesmas Kementerian Kesehatan.
Selain F-NK, Fraksi Demokrat juga membuat catatan yang disampaikan Budianto Lubis.
Disebutkannya, R-APBD Asahan 2011 masih banyak permasalahan, terutama dalam pengambilan sampel sebagai perbandingan dan penguji terhadap proyeksi APBD Asahan TA 2011 yang sebahagian masih menggunakan data 2008 dan 2009. Sedangkan untuk hal tertentu dipergunakan data tahun 2010 sebagai pembanding dalam menyusun R-APBD Asahan TA 2011.
Budi juga menjelaskan, peningkatan pengeluaran pembiayaan perlu dikaji ulang karena selisihnya sangat besar dan akan lebih tepat jika dilakukan penghematan pada berbagai mata anggaran atau pun pos pengeluaran pembiayaan dengan tingkat kejelian, kecermatan, ketelitian dan/atau kehati-hatian yang tinggi serta dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis. “Kalau ingin mewujudkan visi dan misi, Bupati harus banyak memperhatikan pendidikan, kesehatan dan infrastrukur, karena di ketiga sektor tersebut banyak persoalan,” kata Budi.
Pada kesempatan yang sama, F-PBR juga membuat catatan yang disampaikan Ismail. Disebutkannya, Pemkab Asahan harus lebih selektif menyalurkan bantuan perternakan dan pertanian. Catatan yang lain juga disampaikan F-PAN disampikan Abdul Kholik Harahap, F-PDIP, Fraksi Golkar dan F-Bersatu. (indra sikoembang)
Zainuddin juga mengatakan, pos pendapatan daerah terhadap PBB, harus lebih dimaksimalkan, terutama PBB para pemilik lahan perkebunan swasta perorangan, begitu juga dengan pos kesehatan yakni jaminan kesehatan masyarakat daerah (Jamkesda). Fraksi ini mengingatkan idealnya dana Jamkesda tidak perlu ada, karena sudah di-cover oleh asuransi Jamkesmas Kementerian Kesehatan.
Selain F-NK, Fraksi Demokrat juga membuat catatan yang disampaikan Budianto Lubis.
Disebutkannya, R-APBD Asahan 2011 masih banyak permasalahan, terutama dalam pengambilan sampel sebagai perbandingan dan penguji terhadap proyeksi APBD Asahan TA 2011 yang sebahagian masih menggunakan data 2008 dan 2009. Sedangkan untuk hal tertentu dipergunakan data tahun 2010 sebagai pembanding dalam menyusun R-APBD Asahan TA 2011.
Budi juga menjelaskan, peningkatan pengeluaran pembiayaan perlu dikaji ulang karena selisihnya sangat besar dan akan lebih tepat jika dilakukan penghematan pada berbagai mata anggaran atau pun pos pengeluaran pembiayaan dengan tingkat kejelian, kecermatan, ketelitian dan/atau kehati-hatian yang tinggi serta dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis. “Kalau ingin mewujudkan visi dan misi, Bupati harus banyak memperhatikan pendidikan, kesehatan dan infrastrukur, karena di ketiga sektor tersebut banyak persoalan,” kata Budi.
Pada kesempatan yang sama, F-PBR juga membuat catatan yang disampaikan Ismail. Disebutkannya, Pemkab Asahan harus lebih selektif menyalurkan bantuan perternakan dan pertanian. Catatan yang lain juga disampaikan F-PAN disampikan Abdul Kholik Harahap, F-PDIP, Fraksi Golkar dan F-Bersatu. (indra sikoembang)
Perubahan APBD dilakukan jika terjadi
- Perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA
- Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, kegiatan dan antar jenis belanja
- Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan
- Keadaan darurat
- Keadaan luar biasa
Perubahan Perda tentang APBD hanya dapat
dilakukan satu kali dalam satu tahun anggaran, kecuali dalam keadaan
luar biasa.
Penyampaian dan perubahan Raperda P-APBD
Penyampaian dan perubahan Raperda P-APBD
- KDH menyampaikan Raperda P-APBD, beserta lampirannya kepada DPRD paling lambat minggu kedua bulan September tahun aggaran berjalan untuk mendapatkan persetujuan bersama
- Penyampaian disertai dengan nota keuangan perubahan APBD
- DPRD menetapkan agenda pembahasan Raperda P-APBD
- Pembahasan Raperda P-APBD berpedoman pada KUPA serta PPA P-APBD yang telah disepakati antara Kepala Daerah dan pimpinan DPRD
- Pengembalian keputusan DPRD untuk menyetujui Raperda P-APBD paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum TA yang bersangkutan berakhir
LKPJ Kepala Daerah
LKPJ Kepala daerah kepada DPRD sesuai
dengan UU No 32/2004dan PP no 3/2007
Kepala Daerah mempunyai kewajiban untuk :
Kepala Daerah mempunyai kewajiban untuk :
-
Memberkan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Derah kepada Pemerintah (LPPD)
- LPPD kepada siapa disampaikan, apa saja yang dilaporkan, bagaimana penyusunan dan tata cara penyampaian, bagaimana evaluasi terhadap laporan tersebut dan bagaimana dengan daerah otonom baru
- Memberikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban kepada DPRD (LKPJ)
- LKPJ kepada siapa disampaikan, apa saja yang dilaporkan, bagaimana tata cara penyampaiannya dan bagaimana evaluasi terhadap laporan tersebut
- Menginformasikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah kepada
masyarakat (ILPD)
- ILPD kepada siapa diinformasikan, bagaimana tata cara penyampaiannya, apa saja yang dilaporkan dan bagaimana cara memberi tanggapan laporan tersebut
Langganan:
Postingan (Atom)