SELAMAT DATANG DI BLOGG RESMI HALIM SARAGI,semoga Bermamfaat ,Salam Pergerakan !!

Rabu, 15 Agustus 2012

Gerakan Mahasiswa Indonesia

Oleh: Dahrul Aman Harahap, S.Pt, MM, Dosen Universitas Riau Kepulauan (Unrika), Batam
Jejak awal momentum peran mahasiswa Indonesia teridentifikasi pada generasi mahasiswa angkatan 1908. Basis material pergaulan mahasiswa generasi angkatan itu cenderung eksklusif. Hal ini dapat dimengerti karena rekruitmen mahasiswa saat itu memang terbatas pada keluarga priyayi dan aristokrat yang kebanyakan berasal dari keluarga etnik jawa. Etno-nasionalisme yang berbasis ikatan kultural jawa berkembang sebagai arus utama pemikiran mahasiswa saat itu. Untuk merealisasikan etno nasionalisme Jawa, mahasiswa angkatan 1908 mendirikan organisasi Boedi Oetomo. Belakangan berkembang lebih spsefik lagi, yaitu mendirikan organisasi kaum muda yang disebut Jong Java, dimana menjadi inspirasi bermunculannya organisasi kaum muda lainnya diluar jawa seperti Jong soematera, Jong Aceh, jong Ambon, Jong Celebes, dan lain sebagainya. Sebagian ahli menyebutkan bahwa organisasi Boedi Oetomo sebagai embrio-nasionalisme Indonesia. Generasi mahasiswa angkatan 1928 terjadi pergeseran pemikiran dari etno nasionalisme ke arah civic nasionalisme. Pengalaman sejarah ketertindasan kolonialisme yang dialami bersama oleh masing-masing etnik di Indonesia,telah menumbuhkan rasa solidaritas bersama. Pula, mudahnya kalah oleh kolonialisme Belanda ketika melakukan penentangan berdasar lingkup etnik terfragmentasi, makin meyakinkan perlunya bersatu dan bekerja sama di antara beragam ikatan etnik. Berkumandanglah kemudian deklarasi “Sumpah Pemuda” yang menandai terlahirnya keindonesiaan. Sumpah pemuda yang dimotori mahasiswa itu mengandung komponen yaitu bangsa, tanah air, dan bahasa persatuan. Prestasi angkatan 1928 merupakan etik historis.

Berikutnya, generasi mahasiswa angkatan 1945, memiliki dasar pemikiran yang kuat perihal kemerdekaan bangsa Indonesia. Mereka mengusung proyek kemerdekaan sebagai target ideologi atau gerakan bersama. Dikatakan gerakan bersama, karena generasi mahasiwa angkatan 1945 bahu-membahu bersama para alumni, menjadi inisiator projek revolusi fisik melawan kolonialisme belanda. Meskipun ada perbedaan strategi perjuangan di kekuatan internal mahasiswa, yaitu antara penganut strategi diplomasi dengan yang menganut strategi perlawanan total, tetapi motif dasarnya sama, yaitu kemerdekaan Indonesia. Sumbangsih pemikiran generasi mahasiwa angkatan 1945 amat monumental, terutama dalam menyikapi dan memformulasi keanekaragaman ikatan cultural dalam arti luas. Sikap dan formulasi itu tegas termaktub dalam pembukaan UUD 1945 dan Batang Tubuh UUD 1945. Diskursus yang spesifik berkembang pada generasi ini adalah “merdeka ataoe mati”.

Selanjutnya generasi mahasiswa angkatan 1957 yang sadar diri akan potensi sebagai elite masa depan bangsa, sangat bersemangat mengisi kemerdekaan yang belum lama tergapai. Beragam kegiatan social dijalani. Klub-klub belajar pun menjadi mode kelembagaan untuk mengembangkan beragam diskursus ideologi dan kekuatan yang berdimensi lokal dan global. Mereka pun berinisiatif mendirikan pers mahasiswa. Organisasi ekstra kampus dibentuk. Ada yang mengambil sikap politik independen, dan ada pula yang memilih afiliasi dengan kekuatan politik. Gerakan-gerakan mahasiswa yang berfungsi melakukan perubahan politik substantive, tak mengedepan pada generasi 1957. Justru mahasiswa, dengan alasan menjaga independensi terhadap kekuatan partai politik, membentuk Badan Kerjasama Pemoeda Militer. Independensi generasi mahasiwa angkatan 1957 lemah dan cenderung terdeterminasi oleh kekuatan militer AD.

Generasi mahasiswa angkatan 1966 ditandai dengan konfigurasi jumlah mahasiswa dan alumni yang makin bertambah sejalan dengan tumbuhnya perguruan tinggi negeri dan swasta di hampir tiap propinsi. Periode jaman itu disebut sebagai “revolusi harapan yang meningkat”. Independensi mahasiswa angkatan ini sedikit banyak digoyahkan oleh determinasi kekuatan faksional militer AD, kekuatan modal yang memiliki piutang era pemerintahan soekarno, dan kekuatan Negara AS yang berkepentingan memperluas jangkauan sphere of influence sekutu di kawasan Asia Tenggara. Diskursus yang mengemuka saat itu adalah “Tritura”.

Adapun generasi mahasiswa angkatan 1974 mengedepan di tengah arus awal tumbuhnya kekuasaan otoriter orde baru. Fenomena dominasi modal jepang menjadi sorotan mahasiswa dan bergulirnya perseteruan politik antara dua tokoh militer AD. Sebagian analisis menilai perjuangan moral mahasiswa sedikit banyak ternodai oleh determinasi tarik menarik kepentingan diantara dua tokoh militer AD yang bersiteru tersebut. Bahkan, pada puncak demonstrasi menentang dominasi modal Jepang pada 15 januari 1974, mahasiswa menjadi kambing hitam dalam kerusuhan malari (malapetaka lima belas januari). Diskursus yang mengedepan adalah saat itu adalah “ganyang korupsi” dan “tolak modal jepang”.

Generasi mahasiswa angkatan 1978 menemukan momentum pergerakannya pada isu pengangguran dan peningkatan hutang luar negeri. Mahasiswa menilai janji pemerintah pasca malari untuk memperbaiki distribusi pendapatan dan memperluas kesempatam kerja, tidak ditepati. Tuntutan mahasiswa yaitu, menginginkan pergantian Suharto dari jabatan presiden, orientasi ulang system ekonomi-politik, penegakan supremasi hukum, dan menolak dwi fungsi ABRI. Reaksi pemerintah terhadap tuntutan ini dijawab dengan tindakan refresif militer yang masuk ke kampus, serta memformulasi konsep normalisasi Kampus (NKK) yang berarti redefinisi kampus secara mendasar, fungsional, dan bertahap, dan badan koordinasi Kemahasiswaan (BKK) sebagai lembaga non struktural yang berfungsi membantu rektor dalam merencanakan kegiatan kemahasiswaan. Akibatnya peran mahasiswa mati suri sepanjang tahun 1980-an.

Akhirnya generasi mahasiswa ankatan 1998 yang dianggap memuncaki peran mahasiwa sebagai kekuatan politik. Momentum melakukan aksi besar-besaran mencuat ketika Indonesia terimbas ekonomi dunia, khususnya Asia. Beberapa aktivis mahasiswa dituduh sebagai provokator, sebagian ditangkap dan ditahan serta sebagain menjadi korban hilang. Dan suhu politik ikut memanas menjelang pemilu 1997, dimana mahasiswa mengkampanyekan aksi Golput dan menolak hasil pemilu. Hal spesifik yang membedakan angkatan 1998 dengan generasi mahasiswa sebelumnya adalah tidak dikenalnya tokoh sentral mahasiswa. Sehingga penahanan beberapa aktivis mahasiswa tidak menyurutkan gerakan. Juga peran organisasi intra kampus tampak mengedepan. Karena organisasi ekstra kampus takpak menyusut karena jaringan senioritasnya banyak terkooptasi oleh pemerintahan Orde Baru. Capaian ini dimungkinkan karena, mahasiswa mampu menumbuhkan semangat bersama untuk mengganti kekuasaan yang otoriter. Diskursus yang mengedepan saat itu adalah “reformasi”. Independensi generasi mahasiwa angkatan 1998 amat kuat dan menonjol.

Setelah generasi 1998 hingga 2010 saat ini, peran mahasiswa sebagai kekuatan sosial dalam masyarakat di Indonesia seakan tenggelam. Bahkan sebagian kalangan mengatakan keberadaan mahasiswa sekarang mengalami “penurunan status”. Posisinya setratejik para seniornya di masa-masa sebelumnya. Untuk sebagian hal ini bias dijelaskan karena konstelasi kepolitikan Negara yang sedikit banyak sudah lebih bebas dan terbuka (untuk tak mengatakan demokratis). Sehingga, mahasiswa terakomodasi sebagai bagian dari elemen kepolitikan Negara yang terfragmentasi diantara kekuatan politik pluralis. Organisasi ekstra  kampus mereposisi diri untuk kembali menguasai organisasi intra kampus. Sementara, jaringan senioritas alumni organisasi ekstra kampus cenderung terkooptasi dalam fragmentasi kekuatan-kekuatan sosial utama. Sifat kooptasi kekuatan-kekuatan sisial itu ada yang cenderung melembaga, tapi ada pula yang bersifat temporer. Kooptasi melembaga adalah seperti yang dilakukan oleh partai-partai politik yang mengembangkan system jejaring dan pengkaderan partai lewat organisasi ekstra kampus, sifatnya ideologis. Sedangkan kooptasi temporer, umumnya dilakukan untuk menopang kepentingan ekonomi-politik sesaat ysng cenderung pragmatis dan dilakukan oleh kekuatan yang lebih beragam, yaitu partai, ormas, TNI, POLRI, parlemen, Kepresidenan, political eksekutif, LSM, kekuatan modal, kekuatan asing, dan lain sebagainya.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar